Social Icons

Jumat, 26 Oktober 2012

Tentang Tahap Perkembangan Moral Kohlberg

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Berdasarkan kompetensi dalam ilmu keperawatan dasar , maka para perawat diharap mampu menguasai dasar-dasar ilmu keperawatan sebelum mempelajari ilmu keperawatan yang lebih kompleks. Oleh karena itu penulis membuat sebuah karya tulis berbentuk makalah yang membahas tentang “Tahap Perkembangan Moral Kohlberg”.
Konsep Berubah dipilih sebagai pembahasan dalam makalah ini menyesuaikan dengan pembagian materi oleh dosen pembimbing guna dibahas sebagai bahan diskusi bersama. Kosep Berubah selanjutnya dijadikan judul makalah ini yaitu “Makalah IKD Tahap Perkembangan Moral Kohlberg”.
.
1.2  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih memahami tentang Tahap Perkembangan Moral Kohlberg.

1.3  Manfaat Penulisan
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa agar lebih memahami Tahap Perkembangan Moral Kohlberg. Serta makalah ini juga bermanfaat untuk kelangsungan proses belajar yang dilakukan secara SGD. Sehingga mahasiswa bisa lebih berkompeten.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Teori Kohlberg
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan

2.2  Tingkatan Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
  1. Pra-Konvensional
  2. Konvensional
  3. Pasca-Konvensional




2.3  Tahapan dalam Tingakatan Perkembangan Moral Menurut Kohlberg
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
( Sikap anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika universal

2.4  Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
            Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral, umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.


h Tahap 1 (Orientasi Kepatuhan dan Hukuman)
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
h Tahap II (Orientasi Minat Pribadi)
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.”[4] Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.

2.5  Tingkat II (Konvensional)
                        Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.


h Tahap III (Orientasi Keserasian Interpersonal dan Konformitas)
Dalam tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial . Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud baik'

h Tahap IV (Orientasi Otoritas dan Pemeliharaan Aturan Social)
Dalam tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.



2.6              Tingkat III (Pasca-Konvensional)
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
h Tahap V (Orientasi Kontrak Social)
Dalam tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.[8] Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.







h Tahap VI (Prinsip Etika Universal)
            Dalam tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional. Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang dilakukan bila berpikiran sama. Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya.
2.7                    Contoh Dilema Moral yang Digunakan Kohlberg
               Salah satu dilema yang digunakan Kohlberg dalam penelitian awalnya adalah dilema apoteker: Heinz Mencuri Obat di Eropa.










Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah semacam radium yang baru saja ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya, tetapi si apoteker menjualnya sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut. Ia membayar $200 untuk radium tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut. Suami dari perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang yang dia kenal untuk meminjam uang, tapi ia cuma memperoleh $1.000, setengah dari harga obat seharusnya. Ia berceritera kepada apoteker bahwa isterinya sudah sekarat dan memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih murah atau memperbolehkan dia melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker mengatakan: “Tidak, saya yang menemukan obat itu dan saya akan mencari uang dari obat itu.” Heinz menjadi putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat demi istrinya.

 Haruskah Heinz membongkar apotek itu untuk mencuri obat bagi isterinya? Mengapa?
Dari sudut pandang teoretis, apa yang menurut partisipan perlu dilakukan oleh Heinz tidaklah penting. Teori Kohlberg berpendapat bahwa justifikasi yang diberikan oleh partisipanlah yang signifikan, bentuk dari respon mereka.









BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Dalam teori Kohlberg, pendapat kita tentang bagaiman menyelesaikan kasus dari suatu dilema etis tidaklah penting. Melainkan tindakan kita sebagai orang yang mengadili itulah yang penting.
3.2  Saran
Demikian makalah yang telah kami buat, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada makalah yang kami susun. Atas kekurangan pada makalah kami mohon dimaklumi
Kami juga memohon untuk saran dan kritik untuk makalah kami apabila ada yang kurang berkenan.

Senin, 20 Agustus 2012

Pelayanan Kesehatan





1. Pengertian kualitas pelayanan keperawatan
           Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas, banyak hal yang perlu dipahami, salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang amat penting adalah tentang apa yang dimaksud dengan kualitas pelayanan.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh banyak institusi kesehatan hampir selalu dapat memuaskan pasien, maka dari itu sering disebut sebagai pelayanan kesehatan yang berkualitas. Salah satu definisi menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit, memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima oleh pasiennya. Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan.
Dalam menyelenggarakan upaya menjaga kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit tidak terlepas dari profesi keperawatan yang berperan penting. Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian kualitas di rumah sakit.
Menurut Wiedenback (dalam Lumenta, 1989) perawat adalah seseorang yang mempunyai profesi berdasarkan pengetahuan ilmiah, ketrampilan serta sikap kerja yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan pengabdian. Sedangkan menurut Karsinah (dalam Wirawan, 1998) perawat adalah salah satu unsur vital dalam rumah sakit, perawat, dokter, dan pasien merupakan satu kesatuan yang paling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan. Tanpa perawat tugas dokter akan semakin berat dalam menangani pasien. Tanpa perawat, kesejahteraan pasien juga terabaikan karena perawat adalah penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan berlangsung terus menerus selama 24 jam sehari.
Departemen kesehatan mendefinisikan perawat adalah seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis, psikologis sosial, spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu dilakukan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Aditama, 2002).
Dari batasan-batasan mengenai pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan pengertian kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.

2. Aspek-aspek kualitas pelayanan keperawatan
   Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan adalah :
a. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.
b. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan.
c. Jaminan (assurance)
Mencangkup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).
d. Empati atau kepedulian (emphaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen, berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.
e. Bukti langsung atau berujud (tangibles)
Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan baik teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau peralatannya dan alat komunikasi.
Sedangkan menurut Depkes RI (dalam Onny, 1985) telah menetapkan bahwa pelayanan perawatan dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komuniksi dan kerjasama. Selanjutnya masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek penerimaan
Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.
b. Aspek perhatian
Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
c. Aspek komunikasi
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.
d. Aspek kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien.
e. Aspek tanggung jawab
Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.
Joewono (2003) menyebutkan adanya delapan aspek yang perlu diperhatikan dalam pelayanan yaitu :
a. Kepedulian, seberapa jauh perusahaan memperhatikan emosi atau perasaan konsumen.
b. Lingkungan fisik, aspek ini menunjukkan tingkat kebersihan dari lingkungan yang akan dinikmati konsumen, ketika mereka menggunakan produk.
c. Cepat tanggap, aspek yang menunjukkan kecepatan perusahaan dalam menanggapi kebutuhan konsumen.
d. Kemudahan bertransaksi, seberapa mudah konsumen melakukan transaksi dengan pemberi servis.
e. Kemudahan memperoleh informasi, seberapa besar perhatian perusahaan untuk menyajikan informasi siap saji.
f. Kemudahan mengakses, seberapa mudah konsumen dapat mengakses penyedia servis pada saat konsumen memerlukannya.
g.Prosedur, seberapa baik prosedur yang harus dijalankan oleh konsumen saat berurusan dengan perusahaan.
h.Harga, aspek yang menentukan nilai pengalaman servis yang dirasakan oleh konsumen saat berinteraksi dengan perusahaan.
Sedangkan Soegiarto (1999)
menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri jasa pelayanan, yaitu :
1.Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas waktu standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang sudah ditentukan waktunya.
2.Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan konsumen. Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu tepat memberikan bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.
3.Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu memperhatikan keamanan pasien dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien sehingga memberikan rasa aman kepada pasien.
4.Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat pelanggan menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam menerima keluhan tanpa emosi yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan menyukai pelayanan dari perawat.
5.Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Pasien yang membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap maupun situasi dan kondisi yang nyaman sehingga pasien akan merasakan kenyamanan dalam proses penyembuhannya.
erdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kualitas pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut :
(a) penerimaan meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.
(b) perhatian, meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
(c) komunikasi, meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.
(d) kerjasama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien.
(e) tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.1. Pengertian kualitas pelayanan keperawatan
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas, banyak hal yang perlu dipahami, salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang amat penting adalah tentang apa yang dimaksud dengan kualitas pelayanan.
Kualitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh banyak institusi kesehatan hampir selalu dapat memuaskan pasien, maka dari itu sering disebut sebagai pelayanan kesehatan yang berkualitas. Salah satu definisi menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit, memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima oleh pasiennya. Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan.
Dalam menyelenggarakan upaya menjaga kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit tidak terlepas dari profesi keperawatan yang berperan penting. Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian kualitas di rumah sakit.
Menurut Wiedenback (dalam Lumenta, 1989) perawat adalah seseorang yang mempunyai profesi berdasarkan pengetahuan ilmiah, ketrampilan serta sikap kerja yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan pengabdian. Sedangkan menurut Karsinah (dalam Wirawan, 1998) perawat adalah salah satu unsur vital dalam rumah sakit, perawat, dokter, dan pasien merupakan satu kesatuan yang paling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan. Tanpa perawat tugas dokter akan semakin berat dalam menangani pasien. Tanpa perawat, kesejahteraan pasien juga terabaikan karena perawat adalah penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan berlangsung terus menerus selama 24 jam sehari.
Departemen kesehatan mendefinisikan perawat adalah seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis, psikologis sosial, spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu dilakukan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Aditama, 2002).
Dari batasan-batasan mengenai pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan pengertian kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.
2. Aspek-aspek kualitas pelayanan keperawatan
Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan adalah :
a. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.
b. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan.
c. Jaminan (assurance)
Mencangkup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).
d. Empati atau kepedulian (emphaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen, berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.
e. Bukti langsung atau berujud (tangibles)
Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan baik teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau peralatannya dan alat komunikasi.
Sedangkan menurut Depkes RI (dalam Onny, 1985) telah menetapkan bahwa pelayanan perawatan dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komuniksi dan kerjasama. Selanjutnya masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek penerimaan
Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.
b. Aspek perhatian
Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
c. Aspek komunikasi
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.
d. Aspek kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien.
e. Aspek tanggung jawab
Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.
Joewono (2003) menyebutkan adanya delapan aspek yang perlu diperhatikan dalam pelayanan yaitu :
a. Kepedulian, seberapa jauh perusahaan memperhatikan emosi atau perasaan konsumen.
b. Lingkungan fisik, aspek ini menunjukkan tingkat kebersihan dari lingkungan yang akan dinikmati konsumen, ketika mereka menggunakan produk.
c. Cepat tanggap, aspek yang menunjukkan kecepatan perusahaan dalam menanggapi kebutuhan konsumen.
d. Kemudahan bertransaksi, seberapa mudah konsumen melakukan transaksi dengan pemberi servis.
e. Kemudahan memperoleh informasi, seberapa besar perhatian perusahaan untuk menyajikan informasi siap saji.
f. Kemudahan mengakses, seberapa mudah konsumen dapat mengakses penyedia servis pada saat konsumen memerlukannya.
g.Prosedur, seberapa baik prosedur yang harus dijalankan oleh konsumen saat berurusan dengan perusahaan.
h.Harga, aspek yang menentukan nilai pengalaman servis yang dirasakan oleh konsumen saat berinteraksi dengan perusahaan.
Sedangkan Soegiarto (1999)
menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri jasa pelayanan, yaitu :
1.Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas waktu standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang sudah ditentukan waktunya.
2.Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan konsumen. Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu tepat memberikan bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.
3.Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu memperhatikan keamanan pasien dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien sehingga memberikan rasa aman kepada pasien.
4.Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat pelanggan menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam menerima keluhan tanpa emosi yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan menyukai pelayanan dari perawat.
5.Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Pasien yang membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap maupun situasi dan kondisi yang nyaman sehingga pasien akan merasakan kenyamanan dalam proses penyembuhannya.
erdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kualitas pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut :
(a) penerimaan meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.
(b) perhatian, meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
(c) komunikasi, meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.
(d) kerjasama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien.
(e) tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.

Minggu, 19 Agustus 2012

Pengertian & Definisi Keperawatan



          Pada dasarnya, inti dari keperawatan adalah memberikan asuhan keperawatan kepada orang lain dimana asuhan keperawatan tersebut diberikan kepada individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat. Sedangkan tujuan dari keperawatan adalah untuk meningkatkan kesehata, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, serta pemulihan kesehatan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa keperawatan merupakan profesi yang mempunyai tujuan untuk kesejahteraan umat manusia. Dalam menjalankan keperawatan digunakan ilmu dan seni serta mnggunakan proses keperawatan sebagai metode ilmiah yang dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan praktek keperawatan profesional.
 
 
Berikut ini adalah pengertian dan definisi keperawatan:
 
# AMERICAN NURSES ASSOCIATION
Keperawatan adalah diagnosis dan terapi respon manusia terhadap masalah - masalah kesehatan yang sifatnya aktual atau potensial
 
# INTERNATIONAL COUNCIL OF NURSES
Keperawatan adalah fungsi yang unik membantu individu yang sakit atau sehat, dengan penampilan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan atau penyembuhan (meninggal dengan damai), hingga individu dapat merawat kesehatannya sendiri apabila memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan
 
# LOKAKARYA KEPERAWATAN, JANUARI 1983
Keperawatan adalah suatu bentuk pelyanan di bidang kesehatan yang didasari ilmu dan kita keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, paguyuban dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat, sejak lahir sampai meninggal. Pelayanan berupa bantuan diberikan karena kelemahan fisik, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan hidup mandiri memenuhi kebutuhan fisik sehari - hari.
 
# VIRGINIA HENDERSON
Keperawatan adalah membantu individu - baik dalam keadaan sakit maupun sehat - melalui upayanya melaksanakan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan, atau pengetahuan untuk itu.
 
# PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)
Keperawatan adalah suatu ilmu yang berbeda dari ilmu profesi kesehatan lain serta kesesuaian penerapan ilmu tersebut dalam bidang keperawatan.
 
# NURSALAM, 8;2003
Keperawatan adalah model pelayanan profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, spikis, sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
 
# CHITY; 1997
Keperawatan merupakan pelayanan profesional yang bersifat humanism, holism, dan care
 
# ROBERT PRIHARJO; 1995
Keperawatan merypakan suatu bentuk asuhan yang ditujukan untuk kehidupan orang lain.

Minggu, 22 Juli 2012

Artikel Keperawatan "Hubungan Hipertensi dengan Kebutuhan Dasar Manusia"

         Kebutuhan dasar manusia merupakan elemen yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kesehatannya. Kebutuhan tersebut secara terus menerus berusaha dipenuhi oleh manusia. Ada dorongan-dorongan kebutuhan dalam tubuhnya untuk tetap bertahan hidup. Dorongan tersebut yaitu berupa kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya.
            Kondisi fisik manusia secara integral berkaitan dengan kondisi psikologis dan rohaninya. Manusia adalah satu kesatuan. Apa yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan mempengaruhi pula kondisi psikologis dan rohaninya. Penyakit fisik yang dialami seseorang tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja tetapi juga dapat membawa masalah-masalah bagi kondisi psikologisnya dan rohaninya, demikian pula sebaliknya.
         Pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan terhambat jika seseorang menderita suatu penyakit atau injuri misalnya hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif dan kronik dan memberikan dampak secara holistik baik fisik, psikologis, sosial, ekonomi dan spiritual sehingga akan menyebabkan dalam memenuhi kebutuhan hidup dasarnya mengalami gangguan. Penderita hipertensi umumnya memiliki keluhan pusing, mudah marah, sukar tidur, sesak nafas, mudah lelah dan keluhan lainnya. Adanya kelemahan atau keterbatasan kemampuan dan keluhan lain akibat hipertensi tersebut, penderita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, harga diri dan aktualisasi diri. Adapun hubungan antara kebutuhan fisiologis, rasa aman dan dicintai dengan hipertensi yaitu :
1. Kebutuhan fisiologis pada pasien hipertensi
Kebutuhan fisiologis terdiri dari oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat berlindung (rumah), istirahat dan seks (Potter & Perry, 1991). Penyakit hipertensi menyebabkan kebutuhan fisiologis dari penderita akan terganggu. Penderita biasanya akan mengalami dyspnea (sesak nafas), gangguan oksigenasi, perubahan nutrisi, sukar tidur, istirahat tidak nyaman, pusing, mudah lelah yang selanjutnya menyebabkan kebutuhan akan seksualitas terganggu.

2. Kebutuhan rasa aman pada pasien hipertensi
Penyakit hipertensi kronik dan keluhan yang dialami juga dapat memberikan efek pada psikologis penderita yaitu perasaan tidak aman dan nyaman serta perasaan tidak dicintai. Rasa tidak aman misalnya rasa takut mati atau takut tidak bisa sembuh. Pusing, nyeri kepala, pusing, mata berkunang-kunang, sesak nafas dan mudah lelah menyebabkan rasa takut jatuh dan mengalami kecelakaan bila beraktifitas. Hal tersebut juga menyebabkan penderita hipertensi tidak dapat menjalankan rutinitas pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya secara optimal. Adanya efek samping obat dan aturan program pengobatan juga menyebabkan penderita hipertensi mengalami kecemasan, rasa takut dan tidak nyaman.

3. Kebutuhan dicintai pada pasien hipertensi
Program pengobatan yang lama dan pengubahan gaya hidup memungkinkan rasa jenuh dalam melaksanakannya sehingga penderita merasa tidak dicintai dan bisa marah tanpa alasan yang jelas. Selain itu juga karena kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman tidak terpenuhi maka penderita tidak akan memiliki waktu dan tenaga untuk mencari cinta dan mencurahkan cinta dengan orang lain (Potter & Perry, 1991). Kesempatan berkurang untuk memenuhi kebutuhan akan afiliasi (masuk menjadi salah satu anggota kelompok), berinteraksi dengan sahabat, menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain, interaksi dengan rekan kerja, kebebasan melakukan aktivitas sosial serta memberi dan menerima kasih sayang atau dihargai oleh orang lain dalam kehidupan sosial masyarakat (Syukri, 2003).

Artikel Keperawatan "Diagnosa Keperawatan untuk Empiema"


Diagnosa Keperawatan untuk Empiema


Diagnosa Keperawatan untuk Empiema


1. Pengertian
Empiema adalah kumpulan nanah di ruang antara paru-paru dan permukaan bagian dalam dari dinding dada (rongga pleura).

2. Penyebab
Empiema biasanya disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru. Ini menyebabkan penumpukan nanah di ruang pleura.
Adanya terdapat setengah liter atau lebih dari cairan yang terinfeksi. Cairan ini memberikan tekanan pada paru-paru.

3. Faktor risiko meliputi:
Bakteri pneumonia
Operasi dada
Trauma atau cedera dada
Dalam kasus yang jarang, dapat terjadi empiema setelah jarum dimasukkan melalui dinding dada untuk menarik dari cairan di ruang pleura untuk diagnosis medis atau pengobatan (Thoracentesis).

4. Gejala
Nyeri dada, yang memburuk ketika bernapas dalam-dalam (pleuritis)
Batuk kering
Berkeringat berlebihan, terutama keringat malam
Demam dan menggigil
Umum ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)
Sesak napas
Penurunan berat badan (tidak disengaja)

5. Diagnosa Keperawatan untuk Empiema
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan izin spsame bronkus, peningkatan produksi sekret, kelemahan.
Gangguan Gas Bursa berhubungan dengan obstruksi jalan napas sekunder untuk penumpukan sekret, Bronchospasme
Gizi seimbang: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Sesak napas, anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.

Artikel Keperawatan "Diagnosis Keperawatan Resiko Infeksi"


Diagnosis Keperawatan Resiko Infeksi


Diagnosis Keperawatan Resiko Infeksi 
Definisi:
Pada peningkatan risiko sedang diserang oleh organisme patogen

Faktor-faktor Terkait: Lihat Faktor Risiko.
Faktor Risiko:
Prosedur invasif; kurangnya pengetahuan tentang menghindari paparan patogen, trauma kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, pecah ketuban; agen farmasi (misalnya, imunosupresan), malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen; imunosupresi; kekebalan yang diperoleh tidak memadai; Pertahanan sekunder yang tidak memadai (misalnya, penurunan hemoglobin, leukopenia, ditekan respon inflamasi); pertahanan primer yang tidak memadai (misalnya, kulit rusak, trauma jaringan, penurunan tindakan silia, stasis cairan tubuh, perubahan sekresi pH, diubah peristaltik); penyakit kronis.

NOC Hasil (Hasil Klasifikasi Perawatan)
Disarankan NOC Label
- Status kekebalan
- Pengetahuan: Pengendalian Infeksi
- Pengendalian risiko
- Deteksi risiko

Intervensi NIC (Klasifikasi Intervensi Keperawatan)
Disarankan NIC Label
- Pengendalian Infeksi
- Perlindungan infeksi

Hasil klien
- Tetap bebas dari gejala infeksi
- Daerah gejala infeksi yang harus diperhatikan
- Menunjukkan perawatan yang tepat untuk infeksi yang rawan terjadi
- Menjaga jumlah sel darah putih dan diferensial dalam batas normal
- Menunjukkan langkah-langkah yang tepat higienis seperti mencuci tangan, perawatan mulut, dan perawatan perineum.

Artikel Keperawatan "Diagnosa Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas"


Diagnosa Keperawatan

Gangguan Pertukaran Gas


Diagnosa Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas


Definisi
-Gangguan Kelebihan pertukaran gas atau kekurangan oksigenasi / atau karbon dioksida penghapusan pada membran alveolar-kapiler.
-Gangguan penglihatan, penurunan karbon dioksida, dispnea, abnormal gas darah arteri, hipoksia, lekas marah, mengantuk, gelisah, hiperkapnia, takikardia, sianosis, warna kulit normal, hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala saat terbangun, tingkat kedalaman irama pernapasan abnormal, diaforesis, normal pH arteri, normal hidung melebar.

Terkait:
1. penurunan perfusi paru yang berhubungan dengan obstruksi aliran darah arteri paru oleh embolus dan vasokonstriksi yang dihasilkan dari pelepasan zat vasoaktif lokal (misalnya serotonin, endotelin, beberapa prostaglandin);
2. penurunan aliran udara bronkus yang berhubungan dengan bronkokonstriksi dihasilkan dari:
-Rilis lokal zat seperti serotonin dan beberapa prostaglandin
- Respon kompensasi untuk peningkatan jumlah ruang mati di daerah paru-paru underperfused (yang bronkokonstriksi kompensasi juga mempengaruhi saluran udara di daerah paru-paru perfusi);
3.Hilangnya permukaan paru-paru yang efektif berhubungan dengan atelektasis jika terjadi.
Hasil Perawatan
Status Pernapasan: Bursa Gas
Status Pernapasan: Ventilasi
Perfusi Jaringan: Paru
Status Vital Signs
Elektrolit dan keseimbangan asam-basa

Hasil klien
- Menunjukkan ventilasi ditingkatkan dan oksigenasi yang adekuat yang dibuktikan oleh gas darah dalam parameter normal klien
- Menjaga bidang paru-paru yang jelas dan tetap bebas dari tanda-tanda gangguan pernapasan
- Verbalizes pemahaman oksigen dan intervensi terapi lain.


Artikel Keperawatan "Diagnosa Keperawatan untuk Kekurangan Volume Cairan"


Diagnosa Keperawatan untuk Kekurangan Volume Cairan

 

Diagnosa Keperawatan untuk Kekurangan Volume Cairan  
Hipovolemia; Dehidrasi

Definisi: Penurunan cairan intravaskular, interstisial atau intraseluler. Hal ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan air saja tanpa perubahan sodium
Defisit volume cairan, atau hipovolemia, terjadi dari hilangnya cairan tubuh atau pergeseran cairan ke dalam ruang ketiga, atau dari asupan cairan berkurang. Sumber umum untuk kehilangan cairan adalah gastrointestinal (GI) saluran, poliuria, dan keringat meningkat. Cairan defisit volume dapat menjadi kondisi akut atau kronis yang dikelola di rumah sakit, pusat rawat jalan, atau pengaturan rumah. Tujuan terapi adalah untuk mengobati penyakit yang mendasari dan kembali kompartemen cairan ekstraselular normal. Pengobatan terdiri dari memulihkan volume cairan dan mengoreksi setiap ketidakseimbangan elektrolit. Pengenalan dini dan pengobatan adalah hal yang terpenting untuk mencegah syok hipovolemik yang dapat berpotensi mengancam nyawa. Pasien lanjut usia lebih mungkin untuk mengembangkan ketidakseimbangan cairan.

Mendefinisikan Karakteristik
Penurunan urin
Konsentrat urin
Lebih besar dari asupan keluaran
Mendadak berat badan
Penurunan vena mengisi
Hemokonsentrasi
Peningkatan serum natrium
Hipotensi
Haus
Peningkatan denyut nadi
Penurunan turgor kulit
Membran mukosa kering
Kelemahan
Kemungkinan berat badan
Perubahan status mental

Faktor terkait
Asupan cairan yang tidak memadai
Kerugian cairan aktif (diuresis, drainase yang abnormal atau perdarahan, diare)
Kegagalan mekanisme regulasi
Ketidakseimbangan Elektrolit dan asam-basa
Peningkatan metabolic rate (demam, infeksi)
Pergeseran cairan (edema atau efusi)
NOC Hasil (Hasil Klasifikasi Perawatan)
Disarankan
Saldo Cairan
Hidrasi
Intervensi NIC (Intervensi Klasifikasi Keperawatan)
Disarankan NIC Label
Pemantauan Cairan
Manajemen Cairan
Resusitasi Cairan

Hasil yang Diharapkan
Pasien akan mendapatkan volume cairan yang memadai dan keseimbangan elektrolit ml / jam, tekanan darah normal (BP), denyut jantung (HR) 100 denyut / menit, konsistensi berat, dan turgor kulit normal.